Minggu, 13 September 2009

KESEMPURNAAN PENCIPTAAN ATOM

EPISODE PEMBENTUKAN ATOM



Alam semesta, dengan dimensi yang luasnya tak terjangkau pemahaman manusia, berfungsi pada keseimbangan yang sensitif tanpa pernah gagal. Alam semesta juga berfungsi dengan keteraturan terencana, dan sudah demikian sejak awal pembentukannya. Bagaimana alam raya yang luas ini terwujud, akan menuju ke mana, dan bagaimana hukum-hukum alam bekerja memper-tahankan keteraturan dan keseimbangan di dalamnya, selalu menjadi perhatian manusia sejak dulu sampai sekarang. Para ilmuwan telah melakukan penelitian tak terhitung banyaknya mengenai subjek ini dan menghasilkan pelbagai teori dan pendapat. Bagi para ilmuwan yang mengukur rancangan dan keteraturan alam semesta dengan menggu-nakan akal dan kesadaran mereka, tidaklah susah sama sekali untuk menjelaskan kesempurnaan ini. Ini karena Allah, Zat Mahakuasa, Penguasa seluruh jagat raya, yang menciptakan rancangan sempurna ini. Dan ini sangatlah jelas bagi semua orang yang mau berpikir dan bernalar. Allah menyebutkan kebenaran nyata ini dalam ayat Al Quran:

“Sesungguhnya dalam penciptaaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran, 3: 190) !

Akan tetapi, para ilmuwan yang tidak mengindahkan bukti penciptaan itu mengalami kesulitan besar dalam menjawab pertanyaan yang tak ada habisnya ini. Mereka tidak ragu menggunakan segala cara seperti menghasut, membuat teori-teori palsu tanpa dasar ilmiah apa pun. Bila tersudut, mereka bahkan menipu untuk mempertahankan teori-teori yang bertentangan sepenuhnya dengan kenyataan. Namun seluruh perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi hingga awal abad ke-21, membawa kita pada sebuah fakta tunggal; alam semesta diciptakan dari ketiadaan oleh Allah yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui.


Penciptaan Alam Semesta

Selama berabad-abad, orang mencari jawaban untuk pertanyaan “bagaimana asal-usul alam semesta”. Beribu-ribu model alam semesta telah diajukan dan beribu-ribu teori telah dihasilkan di sepanjang sejarah. Namun tinjauan terhadap semua teori ini mengungkapkan bahwa pada intinya mereka hanya terbagi dalam dua model berbeda. Yang pertama adalah konsep alam semesta tak terbatas tanpa permulaan, yang tidak lagi memiliki dasar ilmiah apa pun. Yang kedua adalah bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan, yang sekarang ini dikenal dalam masyarakat ilmiah sebagai “model standar”.

Model pertama, yang telah terbukti tak dapat bertahan, menyatakan bahwa alam semesta telah ada sejak waktu yang tak terbatas dan akan terus bertahan dalam keadaannya yang sekarang ini. Gagasan alam semesta tak terbatas ini telah berkembang sejak zaman Yunani kuno, dan telah menyebar ke dunia barat sebagai hasil filosofi materialistis dan telah dibangkitkan kembali dengan Renaisans. Inti Renaisans adalah pengkajian kembali hasil kerja para pemikir Yunani kuno. Jadi, filosofi materialis dan konsep alam semesta tak terbatas yang dididukung oleh filosofi ini dicomot dari rak sejarah yang berdebu oleh kepentingan ideologis dan filosofis, dan disampaikan pada manusia sebagai fakta-fakta ilmiah.

Penganut materialisme seperti Karl Marx dan Friedrich Engels dengan penuh semangat merangkul gagasan itu, yang jelas menyediakan dasar-dasar kuat untuk ideologi materialistis mereka. Dengan demikian keduanya memainkan peran penting dalam memperkenalkan model ini pada abad ke-20.

Menurut model “alam semesta tak terbatas”— yang sangat populer di paro pertama abad ke-20 — alam semesta tidak memiliki awal maupun akhir. Alam semesta tidak pernah diciptakan dari tidak ada menjadi ada, tidak pula akan hancur. Menurut teori ini, yang juga menjadi dasar untuk filosofi materialis, alam semesta memiliki struktur yang statis. Namun, temuan-temuan ilmiah belakangan menyatakan bahwa teori ini sama sekali salah dan tidak ilmiah. Alam semesta tidak akan ada tanpa awal; alam semesta ini bermula dan telah diciptakan dari ketiadaan.

Gagasan bahwa alam semesta ini tak terbatas, yaitu tidak berawal, selalu menjadi titik awal ateisme dan ideologi yang mengingkari Allah. Ini karena dalam pandangan mereka, bila alam semesta ini tak berawal, berarti tidak ada yang menciptakan. Namun ilmu pengetahuan segera mengungkapkan bukti pasti bahwa argumen-argumen materialis ini tidak berlaku, dan alam semesta diawali dengan sebuah ledakan dahsyat yang disebut Big Bang. Muncul dari sesuatu yang tidak ada hanya berarti satu hal: “Penciptaan”. Allah, Yang Mahakuasa, menciptakan seluruh alam semesta.

Ahli astronomi Inggris ternama, Sir Fred Hoyle, adalah salah seorang ilmuwan yang penasaran dengan fakta ini. Dengan teori “steady-state”-nya, Hoyle menerima bahwa alam semesta mengalami perluasan, tetapi tetap berkeras bahwa alam semesta tidak terbatas dalam skalanya dan tanpa awal maupun akhir. Menurut model ini, ketika alam semesta meluas, materi muncul secara spontan dan dalam kuantitas sebesar yang dibutuhan. Teori ini, yang berlandaskan pada premis-premis yang sangat tidak praktis atau sulit, dan yang diajukan dengan kepen-tingan tunggal untuk mendukung gagasan “alam semesta tak terbatas tanpa awal atau akhir”, bertolak belakang dengan teori Big Bang. Padahal teori Big Bang secara ilmiah telah terbukti dengan sejumlah besar pengamatan. Hoyle dan yang lainnya terus mengingkarinya, namun se-mua perkembangan ilmu alam menyatakan sebalik-nya.

By. Harun Yahya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar